Aku hidup pada zaman ringkih
Nenek moyang ku berasal dari ras mongoloid
Pernah jadi lanun di semenanjung melaya
Menguasai pala dan mantera
Itu saja cerita
Terbuai mata dalam sepasang lampu minyak tanah
Diceritakan syahdu oleh ibu
Yang esok hari mengoceh sambil mengayun langkah
Ke ladang atas bukit berhuma
Hari yang cerah untuk berkeluh kesah
Atau menempeli nama dengan cemoohan
Lalu abadi dalam panggilan
Bujang mengkirai
Lagu ini bukan zaman atap rumbia
Berdinding kulit kayu
Ketika moyang aliong hilir mudik ke tanah kami
Menyerabuti tanah dan lumput
Membuat papan
Mengairinya
Sebelum itu atom berinisial TN
Tersebut bagai gelap di rawa-rawa
Keramat abadi tempat mawang berkait kitok
Ada keturunan penggali tanah di tanah ini
Bukan lanun di samudera sana
Dada terbuka menantang badai
Naik turun ke atas buritan
Nyanyian petang ibarat pelipur lara
Tulang basah oleh lumpur pekat
Pada malam gelap bukan sorot mata bening
Namun kalap
Bukan lada kami cari
Jika hendak bermufakat dengan takdir
Bukan itu kini
Kami hidup dalam zaman ringkih
Otot kami trengginas oleh kapitalisme
Memerah dan mengembang seperti bukit pasir diujung padang
Kami tak perlu mantera
Yang sejak lama dimakan riuh rendah penggila khotbah
Ia yang tampak syahdu dimalam lalu
kini absurd
Esok hari,
Masih ku temui penggali tanah
di tanah ini
Seperti abad belasan silam
Kesurupan…
aksansanjaya.medio januari 2010
Nenek moyang ku berasal dari ras mongoloid
Pernah jadi lanun di semenanjung melaya
Menguasai pala dan mantera
Itu saja cerita
Terbuai mata dalam sepasang lampu minyak tanah
Diceritakan syahdu oleh ibu
Yang esok hari mengoceh sambil mengayun langkah
Ke ladang atas bukit berhuma
Hari yang cerah untuk berkeluh kesah
Atau menempeli nama dengan cemoohan
Lalu abadi dalam panggilan
Bujang mengkirai
Lagu ini bukan zaman atap rumbia
Berdinding kulit kayu
Ketika moyang aliong hilir mudik ke tanah kami
Menyerabuti tanah dan lumput
Membuat papan
Mengairinya
Sebelum itu atom berinisial TN
Tersebut bagai gelap di rawa-rawa
Keramat abadi tempat mawang berkait kitok
Ada keturunan penggali tanah di tanah ini
Bukan lanun di samudera sana
Dada terbuka menantang badai
Naik turun ke atas buritan
Nyanyian petang ibarat pelipur lara
Tulang basah oleh lumpur pekat
Pada malam gelap bukan sorot mata bening
Namun kalap
Bukan lada kami cari
Jika hendak bermufakat dengan takdir
Bukan itu kini
Kami hidup dalam zaman ringkih
Otot kami trengginas oleh kapitalisme
Memerah dan mengembang seperti bukit pasir diujung padang
Kami tak perlu mantera
Yang sejak lama dimakan riuh rendah penggila khotbah
Ia yang tampak syahdu dimalam lalu
kini absurd
Esok hari,
Masih ku temui penggali tanah
di tanah ini
Seperti abad belasan silam
Kesurupan…
aksansanjaya.medio januari 2010
Komentar
Posting Komentar